Tampilkan postingan dengan label Isu-Isu kontemporer. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Isu-Isu kontemporer. Tampilkan semua postingan

Rabu

Kerincuhan Teori Feminisme Radikal

Pendahuluan

Tulisan ini berawal dari mula,adanya kritikan untuk feminism, bahwa Feminisme itu salah konsep untuk menolong kaum wanita, bukan wanita malah diajak untuk menganggap dirinya itu didiskriminasi oleh kaum laki-laki, kata yang membuat simpati dan menganggap laki-laki itu kaum penindas. Di dalam Islam pria itu sebagai pelindung wanita menurut tafsir Ar-Razi dalam surat An-Nisa’ ayat 34 :
الرجال قوامون علي النساء


bahwa kata قوام diartikan dengan, pelindung bukan kekuatan, jadi diartikan leki-laki adalah sebagai pelindung wanita. Salahnya bukan wanita dianggap setara dengan laki-laki tetapi seharusnya merubah pandang laki-laki terhapadap wanita, bahwa wanita adalah mahluk yang harus dilindungi oleh laki-laki.
Dan dalam makalah ini, ingin mencari kerincuhan teori yang dianut oleh Feminisme Radikal yang berkembang pada tahun 1960-1970 di Amerika Serikat yang bertujuan equality laki-laki dan wanita 50/50. Teorinya antara lain Lesbianisme, permusuhan terhadap laki-laki, menghilang system kekeluargaan. Berikut ini akan di bahas lebih lanjut.

Feminisme Radikal Cabang dari Nature Feminin.

Sebelum kita mengenal lebih jauh tentang Feminisme Radikal dan teorinya, kita perlu mengetahui asal-asul yang mendasari perkembanganya, Nature feminin yang mendasari ideologinya bahwa timbulnya kualitas Feminin dan Maskulin terdapat pada Determinasi Biologis , sehingga terjadi perbedaan antara lelaki dan perempuan.paham ini masuk kedalam gerakan Feminism Radikal sehingga timbul kesadaran bagi mereka untuk menghilangkan system partiarkat dengan tujuan yaitu pencapaian equality (persamaan) antara lain persamaan hak 50/50, karena dengan sistem kekeluargaan wanita terkukung oleh dominasi kaum Pria, maka sasaran mereka adalah pembebasan kaum perempuan dari semua kendali kaum laki-laki dalam setiap ranah kehidupan .
Feminism Natural yang ingin melanggengkan sifat-sifat alami wanita, sebagai salah satu wadah yang tepat untuk mendobrak dominasi kaum laki-laki,sehingga menjadikanya sebuah sistem matriarkat yang egaliter , hal ini menimbulkan bagi Feminisme Radikal sebuah sikap yang menjadikan wanita memilki kekuatan untuk menghilangkan dominasi kaum pria Male Supermacy, sehingga timbul apa yang disebut dengan Female Supremacy kekuatan perempuan untuk berdiri sendiri tanpa laki-laki. Sperti apa yang dikatakan Denise Thompson dalam bukunya Radical Feminism Today “for the most part, radical feminism has focused on exposing the worst excesses of social system wich is male supremacy” .
Ada dua cabang dalam Feminisme Natural, Ekofeminisme yang lebih halus dalam mewujudkan perdamaian di dunia, dan Feminisme Radikal yang keras yang memusuhi kalum laki-laki . Lebih lanjut lagi bahwa Ekofeminisme mengajukan permusuhan bagi perusak alam kerana mereka yakin bahwa sistem partiarkat yang menyirnakan kaum perempuan, adalah juga yang mengeksploitasi alam non insani, sehingga ada sebuah pembelaan terhadap kaum perempuan dan alam non insani . Dan ekofeminisme mengkritik feminism modern karena melepaskan Nature femininya untuk merbeut dunia maskulin, karena tidak dapat meruntuhkan system partiarki dan yang akan terjadi Male clone (tiruan wanita) di dunia maskulin.
Walaupun ada perbadaan antara keduanya, yang satu menjadikanya radikal Karena permusuhannya terhadap laki-laki sehingga menjadikanya Feminisme Radikal, yang kedua lebih halus berusaha mewujudkan perdamaian dengan menyertakan kepedulian terhadap keutuhan planet . Tetapi ada kesamaan pertalian antara Feminisme Radikal dan Ekofeminsme bahwa akar penyebab dari status nista kaum perempuan serta eksploitasi atas bumi adalah partriakat . Hal ini karena yang mendasari ideology mereka bahwa yang menajdikan perbedaan peran antara laki-laki dan wanita adalah suatu hal yang nature atau biologis. Sehingga suatu hal yang menyebabkan determinasi ini harus di hilangkan yaitu sistem partriarkat.

Kerincuhan Teori Feminisme Radikal.

A. Tranformasi dari Gender ke Seks.

Gender merupakan kata yang digunakan sebagai istilah oleh para feminism untuk membedakan antara laki-laki dan wanita terjadi karena dampak social atau produk budaya, dan hal ini menjadi paham dan konsep yang digunakan oleh Feminism dalam mengatasi subordinasi kaum wanita dengan cara mewujudkanya melalui perubahan budaya, legislative, ataupun praktik-praktik pengasuhan anak , yaitu dengan semangat equality . Lain halnya dengan seks (jenis kelamin), pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu .
Kalau feminisme dalam awal mula pergeraknya mengusung paham Gender, keterbalikan dengan feminism radikal, dia tidak lagi mengusung paham gender yang menjadikan dasar perbedaan laki-laki dan perempuan dalam taraf social, tetapi menyatakan bahwa perbedaanya terjadi bukan hanya pada social tetapi terjadi juga pada struktur Biologis.dan biologis ini antara lain kehamilan, keibuan yang diperankan oleh wanita . Dia lebih menyatakan kepada Nature alamiah manusia yang menjadikan laki-laki dengan sikap alamiahnya menjajah kaum perempuan.
Dalam Dialectic of sex Fairestone yang juga merupakan tokoh feminism radikal menyakan bahwa konsepsi Gender yang membedakan setiap aspek kehidupan kita dengan kerangka yang tak terbantahkan, bahwa perbedaan gender merupakan system yang kompleks yang mempertegas dominasi laki-laki, dan tugas teoritis feminism adalah bagaimana mengakhirinya . Dan hal ini dinyatakan oleh Maggie Humm, dia berpendapat bahwa analisis Firestone yang kemudian di perluas dan diperdalam oleh Adrieene Rich dan Nancy Chodrrow, menggeser teori feminis yang semula berfokus pada peran jenis kelamin menjadi teori dengan prespektif yang berpusat pada perempuan. Sebagaimana Catharine MacKinnon, seksualitas merupakan pemain kunci dalam ketidaksetaraan gender karena gender didasarkan pada ideology yang melekatkan kualitas yang dipelajarinya oleh alam .
Perbedaan pandang seperti diatas, dinyatakan oleh Erich Fromm sebagai perbedaan yang berulang-ulang selama berabad-abad; pada suatu masa, satu ajaran filosofis menekan pernyataan satunya dan ajaran lain menyatakan pernyataan lainya, lebih lanjut dia memberikan perbandingan; yaitu pemikiran yang berkembang pada kalangan filusuf zaman pencerahan dan filusuf zaman Romantik diawal abad kesmbilan belas, Filusuf zaman pencerahan yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan (I’ame n’a pas de sex) . Perbedaan yang muncul kemudian adalah karena pengaruh lingkungan, terutama selam proses pendidikan, saat ini kita menyebutnya dengan perbedaan kultural . Sedangkan filusuf pada zaman Romantik mereka mengukapkan bahwa perbedaan karekterologis antara laki-laki dan perempuan adalah karena perbedaan biologis yang dibawa sejak lahir. Dan menurut Fromm perbedaan itu berimplikasi pada politis, filusuf zaman pencerahan terutama Prancis, menginginkan studi khusus tentang kesetaraan social. Sementara kaum Romantik sebagaian besar adalah kaum Revolusioner, memakai analisis mereka tentang esensi, kodrat perempuan sebagai sebuah penyebab ketimpangan dan ketidaksetaraan politis social .
Kaum romantic ini diperkuat oleh penayataan Freud, dia berpendapat bahwa perbedaan anatomis antara jenis kelamin merupakan penyebab dari perbedaan –perbedaan karektorologis, yang tak bisa diubah “Anatomi adalah takdirnya” katanya tentang perempuan, mengulangi kalimat Napoleon. Dan Freud memberikan pernyataan tentang seorang anak gadis kecil yang mempertanyakan kekuranganya yang seharusnya tidak dia miliki dan dia merasa iri terhadpa laki-laki, dan dia mulai mencari kekurangan itu untuk menutupi inferioritas dan iri hatinya dengan mencari subsituen organ laki-laki anak-anak, suami, atau kepimilikan benda. Dalam perkembangan neurotis dia tidak berhasil mencakupi kepuasan lewat substansi ini, ia tetap merasa iri terhadap laki-laki. Ia tidak pernah berhenti untuk menjadi laki-laki. Ia menjadi lesbi atau membenci kaum laki-laki .
Pernyataan kaum Romantik dan Freud yang menjadi landasan kaum Feminisme radikal untuk memberikan semangat melawan laki-laki, berdasrkan atas keiraian dan kecumburuan. Hal ini berbeda sekali dengan pernyataan Fromm, bahwa factor social lebih kuat efeknya, sehingga dapat meningkatkan, mengeliminasi, atau membalikan perbedaan-perbedaan yang berakar secara Biologis .
Mengapa penulis menilai bahwa ada krincuhan konsep biologis ini Karena hal diatas banyak yang mengecam Feminism Radikal, seperti halnya para feminism yang pro-Culture. Dikatakan bahwa feminism teralalu menitik beratkan kepada orienatasi Biologis daripada orientsi kulutur, dan lupa bahwa ada pengaruh kultur pada pembentukan konsep Gender , seperti pernyataan fromm diatas. Jadi menurut feminism yang berorientasi kultural menganggap Feminisme radikal sudah menyeleweng dari paradigma yang diusung oleh para feminism awal. Seperti yang dilakuakan oleh Heidi Hartman, Zillah Esisentein, dan Michele Barret. Menurut mereka apa pun konsep yang membenearkan perbedaan alami antara pria dan wanita, maka semua ini akan mengahalangi tercapainya kesetaraan gender 50/50 . Dan juga terjdi ketidak pastian dari para tokohnya sendiri pernyataan Firestone yang saya ambil dari Maggie Humm bahwa Firestone menyatakan bahwa culture perempuan itu penting. Kita bangga akan kultur perempuan seperti emosi, intuisi, cinta, hubungan seksual, dan sebagainya. Tetapi dilain sisi tokoh lainya yaitu Ti-Grace Atkinson dalam bukunya Amazon Odsey (1974) , yang bependapat bahwa fenomena cinta antara laki-laki dan wanita, katanya cinta adalah sebagai “roda” psikologis dalam penindasan wanita, katanya “If we are free would have need love”. Kalau misalnya menurut Firestone cinta itu penting, terus mengapa Grace berpendapat sebaliknya .

B. Menghilangkan system kekeluargaan

Sedikit mengambil perkataan Firestone dalam bukunya, Dialectic Sex “The biological family is inherently unequal power distrubtion” . Dalam halaman selanjutnya dia mengatakan “Inequalities inherent in the biological family itself. there is some evidence to prove that the effet Oedipus Complex” . Dengan mengambil perkataan dari Firestone jelas bahwa keluarga menurut dia adalah suatu yang tidak adil, dalam bahasanya Unequal (tidak sama, tidak seimbang, tidak adil, pen), dia membuktikan bahwa ketidak adilan itu dikaitkan dengan kisah Oedipus Complex ,kisah ini digambarkan oleh para antropologi agama, ada seorang ayah yang mempunyai wewenang untuk mengatur keluarganya, karena ketidak adilan yang ditumbulkan olehnya maka sempat anak yang tersingkir itu (merasa terpojok) membunuh ayahnya dengan menyembelihnya. Dan Firestone menyatkan bahwa anak laki-laki dan perempuan tidak dibedakan “The Oedipus Complex as i have presented in previous chapter. Male children begin life in the lower class of women. Dressed as women, they are in no way distinguished fromfemale children” dan yang membuat mereka dibedakan adala karena ada system keluarga yang dikepalai oleh seorang bapak yang mempunyai wewenang untuk mengatur anaknya. Hal ini lah yang ingin diakhiri oleh Firestone, yang ia sebut dengan keluarga tirani “The tyranny of biological Family” .
Karena gerakan berasal dari doktrin equality (persamaan), maka Karena tidak menemui ketidak adilan dalam keluarga, akhirnya para Feminisme Radikal ingin menghilangkan institusi pernikahan. Paradigma mereka seperti ini tidak lain adalah dampak dari atmosfer dari pemikiran posmodernisme yaitu relativisme, doktrin relativisme mulanya berasal dari Protagoras, seorang sofis yang berprinsip bahwa manusia adalah ukuran segala sesuatu (man is the measure of all things), dan di zaman postmodern doktrin ini dicetuskan oleh F. Nietzche, dengan doktrin yang disebut dengan nihilism . Karena doktrin relativisme dan nihilism inilah yang mengakar pada para feminism radikal, untuk mempartahankan kebenaranya akan ketidak adilan dalam system kekeluargaan, akhirnya penghilangan nilai atau keluarga dan pernikahan tidak dianggap sebagai suatu hal yang suci, melainkan suatu hal yang negative.
Penistaan terhadap system keluarga,, merupakan hal yang menyeleweng dari tujuan pertama feminism radikal yang menganut naturalism, karena dari awal mereka bercita-cita ingin mewujudkan dunia yang damai yaitu tidak ada lagi penindasan, tetapi apakah bisa perdamaian ini terwujud seandainya keluarga ini dihilangkan, karena lembaga perkawinan suadah ada sejak zaman manusia diciptakan, dan laki-laki dan wanita saling membutuhakan satu sama lain, dan keduanya saling melengkapi . Dan hal ini mustahil untuk menghilangkan keberadaan institusi keluarga. Keluarga di Islam berebeda dengan keluarga daerah barat, keluarga di Islam bercirikhas keluarga Extended family dan Barat bercirikhas Nuclear Family . Seharusnya barat harus mencontoh kepada Islam keluarga yang baik, tidak harus menyamakan dengan Oedipus Complex, hal ini sungguh salah.betapa tidak orang barat sendiri melihat islam secara dalam, menyutujui bahwa kekeluargaan dalam Islam mempunyai nuansa sangat harmonis ketimbang keluarga di barat, sperti Gary Wander wartawan dari New York , Amerika Serikat menyatakan “selama saya berinterkasi dengan kaum muslimin saya menemukan ikatan yang kuat antara individu dalam sebuah keluarga muslim, saya mengetahui bagaimana orang tua itu menikmati kedudukanya diantara mereka. …….di barat dan di Amerika………saya menemukan yang sudah tua di tempatkan di panti jompo. Di buang dan tidak seorang punmenoleh kepadanya. Sebaliknya dalam masyarkat muslim, saya mendapati kakak dan nenek mendapatkan penghormatan , dan kemulian yang luar biasa. ”

C. Lesbianisme.

Feminisme radikal tidaklah sendirian dalam. mengusung gerakan lesbianism, salah satunya ialah Feminisme Lesbian, dengan tujuan satu mengakhiri keunggulan laki-laki male supremacy, seperti yang dinyakan oleh Bonny Zimmerman “The defined lesbian feminism as a political Choice-rather than matter of sexual orientation-that signified one’s commitment to ending male supremacy .”. mereka juga mengatakan “Who are free to say they don’t like Boys and free to say they do like grils” . Hal ini serupa dengan teorinya Elsa Gildow (1977) bahwa menjadi lesbian adalah telah bebas dari dominasi pria baik internal maupun eksternal. Dan juga salah satu jaringan dalam bentuk organisasi national bertujuan sama, oraganisasinya yaitu National Gay and Lesbian Task Force (NGLTF) . Organisai ini lah yang membentengi para lesbian dan homoseksual di barat, perjuangannya tidak bisa di remehkan, puncak keberhasilan mereka pada tahun 1973-1974, ketika usahanya untuk membantu American Psychiatric Association dalam menghilangkan nilai buruk terhapap Homoseksual sebagai penyakit mental . Sedangkan dalam gerja vatikan sudah melarang hubungan sesama jenis, The Vatikan decalaration on Sexual ethics tahun 1975, diputuskan bahwa prilaku lesbian dan homoseks are intirinsically disordered and can in no case be approved of ( menyimpang dan tidak dibenrkan), dan putusan ini diulang oleh Paus Benediktus XVI tahun 2006 . Dan lesbian ini di kritik oleh para akademisi perempuan yang disebut dengan teori aneh “queer theory”
Mengakhiri dominasi pria dengan cara, lesbian sebagai pembuktian bahwa wanita bisa berdiris sendiri tanpa laki-laki. Merupakan luapan kemarahan para perempuan, kemarahan terhadap laki-laki sehingga melupakan fitrahnya sebagai wanita, yaitu pendamping laki-aki. Menurut Ibnu- Miskawaih kalau cinta sudah tertanam tidak butuh lagi keadilan, Karena keadilan hanya buat orang hilang cintannya. Hal ini karena mereka menganggap bahwa hubungan dan wanita itu hanya sekedar kenikmatan sex sepert kata Evelyn Black wood “Kinship was not based on hierarchical realition between man and and women; it was organized in the interest of both sexes, each something it gain by forming kin ties thourgh mariege. ” hal ini merupakan kesalahan besar hubungan wanita dan laki-laki bukan hanya sekedar kenikmatan belaka tetapi butuh cinta. Ada 3 unsur timbulnya cinta menurut ibnu miskawaih : Al-ladzah (kenikmatan), Al-manfaat (manfaat), Al-khoir (kebaikan). Ketiga unsur inilah yang menimbulkan cinta, kita tidak hanya butuh kenikmatan Karen kenikmatan dia akan cepat hilang dan pergi, sesudah kenikmatan itu pergi maka dibutuhkan unsur kedua supaya tetap cinta yaitu adanya sebuah manfaat dan manfaat itu berlangsung lama dan cepat pergi, maka dibutuhkan cinta kebaikan berlangsung cepat dan tetap. Cinta seperti ini tidak akan ditemukan dalam budaya barat mereka berhenti pada kenikmatan dan lupa akan adanya kebaikan . Dan cinta menurut Ti-Grace Atkinson “What is Love but the payoff for consent to oppression? ” cinta katanya adalah sebuah bayaran atas penindasan. Dan dalam halaman selnjutnya dia menyatakan untuk apa kita butuh cinta kalau kita bebas (bebas dari penindasan laki-laki, pen) “If we are free, would we need love? ”. seperti ini kah cinta menurut orang barat, stidaknya tidak semua manusia beranggapan sama seperti Atkinson. Tetapi ini lah yang menjadi dasar para tokoh Feminisme Radikal untuk menseponsori liberalism, kita tidak butuh cinta seorang laki-laki jika kita bisa berbuat bebas, bebas dari laki-laki, hubungan laki-laki dan perempuan adalah sebuah keuntungan kenikmatan, dan kenikmatan itu tidak hanya kita peroleh dari laki-laki, kita bisa berdiri sendiri. Demikianlah sedikit pandangan dari feminism radikal kalu meujuk pada kutipan-kutipan diatas.
Lesbianisme hanya memperoleh kenikmatan tanpa unsur kebaikan, Dan sebaik-baiknya kebaikan adalah As-Sa’adah kebahagiaan. Feminism sudah terpuruk kedalam paradigma Marxisme, Yang selalu melihat institusi keluarga sebagai “musuh” yang pertama-tama yang harus dihilangkan atau diperkecil peranya apabila masyarakat komunis ingin ditegakkan, yaitu masyarakat tidak ada kaya dan miskin, dan tidak ada perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan . Sehingga agenda salah satu agenda mainstream adalah antikum borjuis (orang yang berkuasa, pen) yaitu laki-laki. Sedangkan hal yang bermula dari suatu kemarahan tidak akan pernah menyelesaikan masalah seperti kata Pitrim Sorokin,”Love creats love, anger biggest anger, violence engender violence, and war generated war. ”

Penutup

Banyak kerincuhan- kerincuhan teori di dalam feminism radikal. Pendirian bahwa wanita dapat hidup berdiri sendiri tanpa laki-laki, merupakan keslahan yang fatal, karena telah melenceng dari sifat Nature perempuan sendiri padahal Feminism Radikal yang mempunyai paradigm Naturalisme, malah melenceng dari paradigma dia sendiri. Wanita tidak bisa dipisahkan dari laki-laki merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi, kata megawangi bagaikan Yin dan Yang, untuk menyelaraskan hubungan di dunia.

Referensi
Blackwood, Evelyn, Sexuality and gender in Certain Native American Tribes: The case Cross-gender famales,p: 304, edt: Anne C. Herrmann in a book “ Theorizing Feminism”, Wetview Press, San Francisco : 1994.
Erich, Fromm “ Cinta, Seksualitas, dan Matriarki”, (terj) Pipiet Maizer, , Jala Sutra, Jojakarta: 2007
Firestone, Shulamith, “Dialectic Sex the case for feminist revolution”, William Morrow and Company, Inc, New York: 1970.
Fahmy Zarkasyi, Hamid, “Liberalisasi Pemikiran Islam”, Penyebarab doktrin relativisme, hal:89, Centre for Islamic and Occidentalis Studies (CIOS), Gontor Ponorogo : 2008.
Fahmi Zarkashyi, Hamid, “Problem Kesetaraan Gender dalam Studi Islam”, Jurnal dan peradaban Islam Islamia, Vol: III, No: 5, 2010,
Fakh, Mansour, “Analisis Gender & Transformasi Sosial”, Pustaka Pelajar, Yoyakarta:2007.
Humm, Maggie,“Ensiklopedia Feminisme”,(terj) Mundi Wahyu, Fajar Pustaka, Bantul:2007
Megawangi, Ratna, “Membiarkan Berbeda? Sudut pandang baru tentang relasi gender”, Mizan Pustaka, Jakarta.
M. Clifford, Anne, “Memperkenalkan Teologi Feminis”, (terj) Yosef M. Florison, , Penerbit Ledalero, Seminari Tinggi Ledalero Maumere: 2002.
Thompson, Denise “ Radical Feminism Today”, Sage Publication, California:2001.
Zimmerman, Bonnie, “Lesbian Histories and Cultures”, Routledge, November 30th 1999.
عزت, عبد العزيز, "ابن مسكويه فلسفة الأخلاقية و مصادرها ", شركة مكتبة و مطبعة مصطفي البابي و أولاده بمصر
الرازي الشافعي ,ابن علي التميم البكري,"تفسير الكبير أو مفاتح الغيب", المجلد 9-10, ص: 71, دار الكتاب العلمية, البيروت: 200م.

Minggu

PENOLAKAN ISLAM TERHADAP SEKULARISASI



Pendahuluan
Sekitar pertengahan abad ke 15 Martin Luther melihat suatu hal yang sangat tidak lazim dilakukan oleh para wakil Tuhan dimuka bumi, yaitu tindakan semena-mena yang dilakukan oleh gereja. Salah satunya adalah pemberian surat penebusan dosa bagi manusia yang sedang merasakan dosa, sehingga gereja seakan-akan tempat untuk meminta ampun dari segala dosa.
Perilaku-perilaku gereja yang tidak lazim tersebut bukan hanya dilihat oleh seseorang saja, tetapi bayak dari kalangan cendekiawan yang menyaksikan perbuatan-perbuatan yang dilakukan gereja dengan semena-mena.
Para raja-raja eropa yang pada mulanya berada dalam genggaman gereja sadar dan akhirnya melepaskan diri dari pengaruh gereja. Dan melakukan sekularisasi dalam kehidupan mereka karena mereka tidak memandang adanya kebaikan dalam dominasi gereja dalam kekuasan mereka, tetapi malah menimbulkan kekacauan. Akhirnya mereka pun melepaskan diri dari agama mereka yaitu Kristen dan menuju kepada perbaikan diri menuju kemajuan, mereka dengan sekularisasi.
Sekularisasi ini menyebar seiring dengan menyebarnya kolonialisme dan imprealisme yang dihasilkan oleh barat kesemua Negara-negara termasuk Negara timur. Sehingga mereka mengikuti system secular dengan melihat hasil yang ada. Al-hasil kemajuan bukannya yang didapat tetapi malah berjalan dalam keadaan yang statis yang terjadi. Sehingga muncullah sebuah pertanyaan, mengapa barat maju dengan meninggalkan agamanya?, dan mengapa Islam justru menjadi mundur dan bergerak statis ketika meninggalkan agamanya, dan apa yang seharusnya dilakukan?.
Pengertian Secular, Sekularisme dan Sekularisasi
Dalam pengertiannya Istilah secular, sekularisasi dan sekularisme telah memancing banyak sarjana mulai dari yang pro hingga yang kontra untuk mendefinisikan arti dari ketiga Istilah diatas.
Menurut Syed Naquib Al-Attas Istilah secular berasal dari kata lain yaitu saeculum, mempunyai arti dengan dua konotasi waktu dan lokasi: waktu menunjuk kepada pengertian sekarang atau kini dan lokasi menunjukkan kepada pengertian dunia atau duniawi. Lalu lanjutnya proses sekularisasi merupakan pembebasan manusia pertama-tama dari agama lalu pemisahan dalam nalarnya yang mengatur nalar dan akalnya. Yang berarti lepasnya semua aspek-aspek religiusitas dari dunia, terhalaunya semua pandangan-pandangan dunia yang tertutup, terpatahkan semua mitos supranatural dan lambing-lambang suci. Dan sekularisme menunjuk kepada suatu ideologi, yang didalamnya terdapat peniadaan pengkeramatan alam dan pendesakralisasikan politik.tetapi tidak pernah mendekonsenkrasikan nilai-nilai karena ia membentuk sisiem nilainya sendiridengan maksud agar dianggap sebagai mutlak dan final. Dengan demikian sekularisme tidak seperti sekularisme yang menisbikan semua nilai dan memberian keterbukaan dan kebebasan yang perlu bagi tindak manusia untuk sejarah.
Sedangkan Nurcholis Madjid mendefinisikan sekularisme sebagai suatu paham yang bersifat keduniaan sedangkan, sekularisasi merupakan proses penduniaan kepada hal-hal yang bersifat dunia dan mengakhiratkan hal-hal yang bersifat akhirat sehingga ia memunculkan suatu konsep yaitu agama 100% dan dunia 100%, sehingga ia memandang perlunya sekularisasi dalam kehidupan umat manusia.
Muhammad Thahir Azhary mengemukakan bahwa sekularisme sebagai paham yang ingin membebaskan atau menetralisir semua bidang kehidupan seperti politik dan kenegaraan, ekonomi, Hukum, social budaya dan ilmu pengetahuan tekhnologi dari pengaruh agama atau hal-hal yang ghaib.sedangkan sekularisasi menurutnya adalah usaha atau proses yang menuju kepada yang sekuleratau proses netralisir dari setiap pengaruh agama dan hal-hal yang ghib.sedangkan sekuler adalah menunjukkan kepada suatu hal yang telah memisahkan kehidupan duniawi dari pengaruh agama atau hal-hal yang ghaib.
Dari definisi-definisi diatas kita dapat menyimpulkan bahwa sekularisasi merupakan suatu proses dimana para manusia dalam suatu kelompok golongan bahkan Negara menuju proses kedalam keadaan secular atau keadaan yang terpisah dari agama dan hal-hal yang bersifat ghaib dengan menjadikan dunia yang bersifat netral jauh dari unsur-unsur yang transenden.yang menurut Syed Naquib Al-Attas sebagai proses pendewasaan dari hal yang bersifat kekanak-kanakan yaitu agama. Lalu para manusia yang melakukan proses tadi telah berpaham sekularisme sehingga bisa disebut manusia secular, kelompok secular, bahkan Negara secular.
Sejarah Munculnya Sekularisasi
Setelah mengetahui ketiga definisi diatas maka layak bagi kita untuk mengetahui sejarah dari proses sekularisasi tersebut, karena tidak layak jika kita akan membicarakan sekularisme tanpa mengetahui proses sekularisasi tersebut, karena tidak ada sebuah konsep atau teori yang akan muncul dalam keadaan yang facum historis. Dan disini pembahasan akan dimulai sejak awal mula munculnya sekularisasi tersebut oleh masyarakat Eropa hingga kemunculannya dalam Islam yang dibawa oleh Gerakan Turki Muda, yang menurut Dr. Harun Nasution, sebagai para pembaharu.
Mengapa barat menjadi secular? Merupakan pernyataan yang harus diungkapkan melalui sejarah dari Eropa itu sendiri, mengenai ketiga pernyataan diatas Dr. Adian Husaini memberikan tiga jawaban, sebagai penyebab dari sekularisasi tersebut, Yang Pertama,yaitu trauma sejarah yang dirasakan oleh orang Eropa atas Dominasi Kristen terhadap kehidupan mereka, Kedua, probematika teks Bible. Ketiga, Problematika Teologi Kristen.
Sejarah terjadinya sekularisasi dimulai pada abad kegelapan atau yang biasa disebut dengan dark age merupakan zaman yang sangat memilukan bagi sejarah eropa. Zaman itu dimulai ketika impremium eropa barat runtuh dan munculnya gereja Kristen yang dominan dalam masyarakat eropa hingga munculnya zaman renessiance sekitar abad ke-14, mereka menyebutkan zaman itu sebagai lahir kembali, yaitu zaman dimana mereka bangkit kembali dari cengkraman kekuasan gereja.
Kekuatan gereja melakukan dominasi kekuatan dibidang politik hingga agama setelah bertahun-tahun merana berada dibawah otoritas romawi yang selalu menindasnya. Kebebasan itu diraih setelah kaisar konstantine yang pada tahun 313 mengeluarkan edict of Milan. Dan dengan dikeluarkannya editc of Theodosius pada tahun 392 agama Kristen memegang posisi sebagai agama Negara dari impremium romawi.
Kekuatan politik gereja memiliki pengaruh yang kuat dikisaran abad pertengahan bahkan melebihi kekuatan para raja. Penyalahgunaan kekuasaan merupakan mereka lakukan untuk memperkaya pihak gereja, salah satunya surat penebusan dosa yang harus dibeli kegereja bagi para pembuat dosa. Hingga gereja bebas melakukan perbuatan-perbuatan seperti inquisisi dan penyiksaan-penyiksaan dengan dalih menghukum para pembuat dosa. Hingga dalam ilmu pengetahuan dan filsafat harus merupakan sikap apologetic terhadap doktrin-doktrin gereja.
Kekuatan gereja yang mendominasi dalam bidang ilmu pengetahuan dan politik telah membuat eropa mengalami masa-masa kegelapan. Misalnya saja Galileo Galilei seorang Kristen yang taat dikurung dan disuruh bertobat hingga masa kematiannya, penyebabnya tidak lain adalah dukungannya terhadap pendapat nicolaus Copernicus pendahulunya yang juga dikucilan, karena berpendapat bahwa matahari adalah pusat dari tata surya (heliosentris). Teori ini bertentangan doktrin gereja bahwa bumilah yang merupakan pusat dari tata surya. Hingga martin luther mendengarnya dan ia berkata: "seorang ahli astrologi baru yang berusaha keras untuk menunjukkan bahwa bumi berputar, bukannya langit ataupun cakrawala , matahari dan bulan. Barang siapa ingin tampak pintar harus merancang suatu system baru, yang tentu saja lebih baik dari semua system yang ada. Sibodoh ini hendak memutar balikkan seluruh sains astronomi, tetapi kitab suci mengatakan bahwa Joshua memerintahkan matahari tetap diam bukan bergerak".
Demkianlah pendapat para anggota protestan yang sama kerasnya dengan pendirian para katolikan, dan kebebasan berfikir lebih cepat menyebar didalam tubuh protestan ketimbang katolik.
Lalu pada masa renessiance masyarakat eropa sadar dan mencoba untuk lahir kembali, setelah berabad-abad berada dalam cengkeraman gereja, yang menndas mereka dalam semua segi kehidupan. Masyarakat merasa pentingnya melepaskan diri dari cengkeraman gereja sebagai sang pemilik agama, dan dunia adalah milik manusia. Setelah melakukan pemisahan antara kehidupan agama dan dunia atau sekularisasi, mereka hidup dalam lingkaran dunia dengan melupakan masalah-masalah yang transenden.
Kematian tuhan merupakan hal yang tepat diutarakan oleh Nietzsche untuk menggambarkan kehidupan masyarakat eropa pada saat itu. Karena masyarakat telah melepaskan seluruh system kehidupan mereka dari segala hal yang bersifat transcendental yaitu yang bersifat ukhrowi.
Dengan demikian seperti yang diutarakan oleh Dr. Adian Husaini tadi kita dapat menyimpulkan bahwa sejarah terjadinya sekularisasi dibarat dimulai karena trauma mereka atas wujud agama yang membawa mereka bukan kepada kemajuan, tetapi membawa mereka kepada hal yang bersifat Takhayul, pembakaran dukun, pembakaran buku, Penebusan dosa dan Inquisisi. Hal ini terjadi tidak lain adalah hasil dari penerapan mereka atas teks bible yang mereka miliki lalu mereka tafsiri, dan menjadikannya teologi mereka.
Sekularisasi Di Dunia Islam
Islam pada mulanya muncul ditengah-tengah sebuah bangsa yang hidup bersuku-suku, yang mana tiap suku membanggakan sukunya yang lain, lalu Muhammad datang dengan cahaya Islam mempersatukan suku-suku bahkan bangsa-bangsa dalam satu naungan yaitu Islam. Naungan Islam tersebar mulai dari batas negeri cina hingga negeri Andalusia. Sejarah berkembang hingga hancurnya Baghdad sebagai pusat segala ilmu pengetahuan, lalu muncullah setelahnya daulah Utsmaniah yang menyatakan sebagai Kekhalifahan Islam dimuka bumi. Akan tetapi sejarah daulah ini mencatat keterpurukannya diakhir abad ke-17 yang berujung kepada kehancurannya yaitu pada tahun 1923, dan mulai pada tahun inilah Turki memulai babak baru dalam perjalanan sejarahnya, sebagai Negara yang bercorak nasionalis secular oleh gerakan Turki Muda bukan sebagai kekhalifahan umat Islam.
Kedaulatan Utsmaniyah yang saat itu menjadi satu-satunya kekuatan Islam telah musnah dan diganti oleh system nasionalis, fanatic kebangsaan. Dengan pelopornya yaitu Musthofa Kemal Attaturk yang mengganti Islam sebagai agama menjadi Negara yang tanpa Islam atau sekularisasi.
Islam Versus Sekularisasi Di Turki dan Indonesia
Sekularisasi dibidang politik telah diamini dan diamalkan oleh para golongan nasionalis Turki, yang cenderung mengikuti madzhab politik barat. proses pelepasan agama dari kehidupan dunia khususnya politik telah disuarakan oleh Musthofa kemal Attaturk. Sehingga pada saat itu Turki pun menjadi Negara yang secular.
Sekularisasi yang ada di Turki merupakan hasil dari kemunduran yang dialami oleh Turki, lalu apakah Turki maju dengan menjadi Sekular?, ternyata apa yang diidam-idamkan sebagai kemajuan atas turki dengan cara mengikuti barat tidaklah membawa pada kemajuannya, sebagai bukti bahwa hingga kini Turki masih Statis dalam perkembangannya. Padahal ketika zaman pemerintahan Daulah Utsmaniyah Turki merupakan sebuah kekuatan Islam yang kuat, tetapi ketika para pemimpinnya sudah mulai melihat pada hal-hal yang bersifat keduniaan maka suatu kekuasaan pasti akan mundur, hal ini terjadi disemua penguasa didunia.
Di Indonesia sekularisasi tersosialisasikan oleh hadirnya Soekarno sebagai presiden pertama dalam kancah perpolitikan di Indonesia, yang mengamini cara-cara Musthofa kemal dalam melakukan Modernisasi di Indonesia. Agama bukan lagi sesuatu hal yang patut di Legitimasi dalam perpolitikan. Sehingga terjadilah banyak perdebatan antara kaum Muslim nasionalis yang menyuarakan berdirinya Negara Islam Indonesia, dan kaum nasionalis yang menginginkan demokrasi yang bersifat secular.
Dan mengenai sekularisasi politik yang ada di Turki Bryan S. Turner menyimpulkan bahwa sekularisme merupakan suatu bentuk pemaksaan dari pemerintah rezim, bukanlah sekularisasi yang tumbuh sebagai suatu konsekuensi dari proses moderenisasi seperti yang ada dinegara-negara Eropa. Selain itu sekularisasi diturki merupakan peniruan secara sadarpola tingkah laku masyarakat barat yang dianggap modern dan lebih maju. Karena proses sekularisasi yang terdapat diturki bukanlah mengikuti cara berfikir rasional sehingga menimbulkan kemajuan tetapi mengikuti barat dari segala segi kehidupannya.
Bung Karno menyebutkan langkah pemisahan agama dari Negara oleh Attaturk merupakan langkah yang paling modern dan paling radikal, Kata soekarno, " Agama dijadikan urusan perorangan. Bukan Islam itu dihapuskan oleh Turki tetapi Islam itu diserahkan kepada manusia-manusia turki itu sendiri, dan tidak kepada Negara. Maka oleh karena itu, salahlah kita kalau kita mengatakan bahwa turki itu adalah anti-agama, anti-islam, salahlah kita kalau kita samakan turki itu dengan, misalnya: Rusia."
Dr. Harun Nasution menyatakan hal yang serupa dengan pernyataan bungkarno tersebut, ia menuliskan " Sekularisasi yang dijalankan Musthofa kemal tidak sampai menghilangkan agama. Sekularisasinya berpusat pada kekuasaan golongan ulama' dalam soal Negara dan dalam soal politik. Oleh karena itu pembentukkan partai yang berdasarkan pada agama dilarang, seperti partai Islam, partai Kristen dan sebagainya."
Akan tetapi banyak dari para pemikir Islam yang menolak bahkan mencerca pemikiran sekularisasi yang di jalankan oleh Soekarno. A. Hassan misalnya menyebutkan logika soekarno sebagai logika "otak lumpur" karena tidak memahami permasalahan sekularisasi yang ada di Turki. Bahkan para pemikir Islam yang dikenal sebagai kaum Moderat dan Modernis seperti, Syafi'I Ma'arif, Azyumardi Azra, dan Munawir Syadzali, menolak dan mengkritik sikap soekarno yang cepat mengagumi Musthofa kemal Attaturk.
Nurcholis Madjid yang biasa disapa dengan caknur menulis dalam makalah yang menimbulkan polemic yang panjang, " ….. Dengan sekularisasi tidaklah dimaksudkan penerapan sekularisme dan merubah kaum muslim menjadi kaum sekularis. Tapi dimaksudkan untuk menduniakan nilai-nilai yang sudah semestinya bersifat duniawi dan melepaskan umat Islam dari kecendrungan mengukhrowikan- nya".
Dengan demikian caknur menilai sebagaimana Harun Nasution dan soekarno menilai, agar dilakukannya sekularisasi didalam bidang politik, sehingga ia melarang untuk menjadikan agama sebagai alat politisasi, sehingga ia mengemukakan bahwa perlunya menghilangkan partai politik dari unsure-unsur agama.
Akan tetapi Cak Nur seakan-akan tidak sengaja telah membentur teorinya sendiri, karena Ia berpendapat bahwa dalam teorinya yaitu teori taskhir yang mana ia berpendapat bahwa selayaknya seorang Muslim untuk menundukkan Alam demikianlah manusia yang berpegangan dengan konsep Tauhid. Karena seseorang yang tunduk kepada alam, merupakan orang yang lemah, sehingga dapat menyebabkan ia menjadi Syirk.
Yang menjadi pertanyaan dari pertanyaan diatas adalah apakah mungkin penundudukkan alam jika didasari pada konsep tauhidi dapat bersinkronisasi dengan konsep Sekularisasi?. Apakah seorang muslim dapat menundukkan alam atas nama Tauhid jika menyuarakan partai Islam saja tidak boleh?.
Dengan demikian pernyataan Cak Nur yang penuh dengan pertentangan itu tidak bisa dijadikan sebagai konsep atas terwujudnya masyarakat sebagaimana yang diharapkannya, karena disisi lain konsepnya tentang muslim yang harus menundudukkan alam bersifat Tauhidik, dan disisi lain keharusan sekularisasi kehidupan dari agama, sehingga urusan dunia tidak bercampur dari agama.
Konsep Kehidupan Akhirat Dan Dunia Dalam Islam
Dalam memahami Konsep kehidupan Akhirat dan Dunia kita perlu membicarakannya dalam masalah kesadaran umat Islam dalam beragama sebagai asas dalam kehidupan umat Islam. Karena konsep ini telah membedakan Islam dengan agama manapun.
Islam merupakan sebuah agama tetapi lebih dari sebuah agama, ia merupakan jalan bagi seorang muslim dalam menyerahkan dirinya kepada Raab semesta alam. Islam merupakan DIIN yang memiliki kata DAYN yang berarti hutang. Yang mana setiap muslim harus membayarnya. Hutang itu berupa nikmat yang dirasakan oleh setiap manusia dan harus dibayarkan dengan cara-cara, yang oleh Sang Pemilik Hutang inginkan.
Bagi para pemeluk Islam di wajibkan untuk mengucapkan Laailaaha illa Allah (bahwa tiada tuhan selain Allah) pernyataan ini merupakan bentuk dari pernyataan realitas atas keesaan wujud Allah sebagai Tuhan yang satu. Sehingga para ilmuan muslim dari yang tradisinal hingga yang modern mempelajari Ilmu-Ilmu sebagai wujud atas pembuktian dari eksistensinya.
Bagi umat Islam konsep dari Islam adalah kesadaran atas keesaan Tuhan sebagai realitas tertinggi, sebagai yang Mutlak. Konsep kesadaran akan keesaannya bertujuan atas kesadaran atas nama-namanya, sifat-sifatnya, serta perbuatannya. Kesadaran itu juga termasuk atas kewajiban bagi umat Islam untuk mematuhi ajaran Islam yang merupakan perintah Tuhan.
Kewajiban itu disebut juga dengan Syari'at, yang berarti diperintahkan. Dan perintah-perintah ini memiliki aspek-aspek yang privat. Yang pertama adalah aspek privat antara manusia sebagai hamba kepada Tuhannya. Dan yang kedua yaitu aspek manusia dengan manusia yang lainnya. Akan tetapi kedua aspek ini bukanlah saling bertentangan yang akhirnya menimbulkan sekularisasi tetapi merupakan aspek yang saling berkaitan halnya antara satu dengan yang lainnya.
aspek yang pertama yang melibatkan segala bentuk ibadah kepada yang maha kuasa, Sholat, Puasa, Haji, dan berdo'a, merupakan munajat langsung seorang manusia kepada Tuhannya, akan tetapi ketika masuk dalam ranah sholat berjama'ah ataupun sholat Jum'ah maka setiap muslim akan saling bertemu dan berkomunikasi, sehingga aspek yang kedua termumpuni. Bahkan dalam praktek yang kedua memberikan tujuannya kepada aspek yang pertama, seperti Zakat, Shodaqoh. Yang dengannya seorang muslim berharap untuk mendapatkan ridho dari Allah SWT.
Dengan demikian Nilai-nilai spiritual telah tertanam dalam semua sikap kehidupan setiap muslim, dan menghasilkan perbuatan baik kepada alam semesta, karena alam merupakan bahagian dari ciptaan Allah dan bagian dari manusia, dan inilah konsep Rahmatan LilAlamiin.
Lalu bagaimanakah penerapannya dalam bidang politik dan sains, yang mana barat selalu ingin memisahkannya dari agama?.
Tauhid sebagai kesadaran umat Islam dalam hidup merupakan konsep yang harus dijalani oleh setiap muslim didunia. Oleh karena itu perlu adanya penyadaran diri dalam diri manusia ketika dia melakukan setiap perbuatannya harus selalu hasil dari Ibadah, sehingga menjadi ibadah itu sendiri.
Politik antara barat dan Islam memiliki tujuan yang berbeda. Jika barat berpolitik dengan tujuan semata-mata untuk kekuasaan, sehingga agar setiap orang berkuasa dibangunnyalah prinsip Demokrasi. Sedangkan dalam Islam tujuannya adalah bagaimana membangun tatanan dunia yang baik yang mengsinkronkan antara Tuhan – Manusia – dan Alam.
Sehingga politik dalam Islam merupakan wujud seorang hamba dalam menjalankan perintah Tuhannya untuk mewujudkan suatu tatanan alam yang teratur dan baik. Bukan sebagai sesuatu hal yang tidak berkaitan dengan Tuhan, malah justru sebagai hal yang tidak dapat dipisahkan, dalam penciptaan keteratuan kosmos. Oleh karena itu Ruh sang pemimpin sebagai si Pemimpin merupakan sesuatu yang sangat penting diatas segalanya, bukan hak materil sang pemimpin.
Sedangkan dalam hal Sains atau ilmu pengetahuan, Islam memiliki epistemology tersendiri yang berasaskan pada Tauhid sebagai semangat ilmiah, sehingga sebagaimana yang telah disebutkan diatas bahwa berbagai jenis sains, ilmu social, ilmu alam, ilmu social dan berbagai macam ilmu lainnya menunjukkan bukti yang paling fundamental atas wujud Allah.
Objektivitas merupakan aspek yang penting dari semangat ilmiah, objektivitas disini dimaksudkan sebagai tidak adanya ketidak berpihakkan yang merujuk kepada prinsip kolektif umum dan keadilan dalam ilmu pengetahuan merupakan sifat-sifat manusia yang mulia dan dengan demikian mereka dapat dihargai secara universal. Sehingga dalam dunia keilmuan Islam sangat menjunjung tinggi atas terrealisasinya sikap yang objektif ini, karena objektivitas merupakan suatu ketulusan.
Akan tetapi dalam tradisi Islam objektivitas yang dipahami sebagai sikap yang tidak berpihak dan adil diwilayah pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari kesadaran religious Tauhid. Kenyataan ini merupakan hal yang lain ketika didunia modern Agama merupakan suatu hal yang menjadi halangan atas hadirnya objektivitas ini. Akan tetapi ideology sekuler menunjukan kepada dunia bahwa Agama merupakan hambatan terbesar bagi munculnya sikap objektif tersebut.
Padahal jika kita menilik ulang kebesaran sains Islam yang banyak mempengaruhi para ilmuwan barat dan menjadi tonggak sejarah kemajuan barat, merupakan hasil dari sains yang tidak bertolak belakang dengan agama tetapi merupakan sains yang menjadi bukti akan Eksistensi Islam dalam perkembangan ilmu pengetahuan dunia, dan memiliki nilai objektivitas yang tinggi.
Albiruni merupakan contoh dari seambrek contoh-contoh yang ada dalam kajian ilmu-ilmu tentang manusia atau sosiologi. Dengan methodenya ia telah membuktikan bahwa Islam memiliki Prinsip-prinsip Objektif dalam kajian ilmiah. Sebagaimana yang ditulis oleh E. C. Sachau tentang Albiruni, bahwa dia adalah orang yang paling berjasa mengenalkan India kepada Barat: "Ia seorang hakim yang tegas kepada dirinya sendiri dan kepada orang lain. Karena ia sendiri sangat tulus, ketulusanlah yang ia tuntut dari orang lain. Jika ia tidak memahami suatu persoalaan atau hanya tahu sebagaian saja, ia langsung saja mengatakan demikian kepada pembaca dan berjanji akan terus berusaha dan menerbitkan hasilnya pada waktunya, meskipun umurnya telah 58 tahun seakan-akan ia bertanggung jawab secara moral kepada umum." Demikian lah kutipan dari seorang non Muslim yang mau bersikap Objektif terhadap keObjektivitasan Albiruni, yang selalu tulus dalam setiap penelitiannya.
Oleh karena itu tidaklah menjadi alasan untuk melepaskan Islam dengan dalih agar mampu untuk bersikap Objektif. Karena Islam merupakan sikap Objektif itu sendiri, dan jika pelepasan agama merupakan alasan bagi objektivitas, maka pelepasan diri dari agama merupakan tujuan itu sendiri, yang berarti dia sendiri benci untuk beragama, dan berusaha untuk tidak percaya Tuhan, yang mana kepercayaan itu merupakan fitrah manusia.
Kesimpulan
Dengan demikian bahwa Islam sama sekali menolak konsep dari pada bentuk-bentuk sekularisasi dan sekularisme dalam kehidupan manusia, karena Islam merupakan agama yang Syamiil dan mencangkup setiap aspek kehidupan manusia. Berbeda dengan Kristen, mungkin Kristen sendiri perlu di sekulerkan karena doktrin-doktrin keberagamaannya penuh dengan kontroversi dan kesalahan, lalu apa yang terjadi jika sebuah kesalahan menjadi penguasa? Jawaban itu telah ada dalam sejarah Eropa yang kelam diabad pertengahan.
Lalu benarkah proses sekularisasi yang ada dibarat? Jawabannya adalah salah, karena proses sekularisasi itu menjadikan seorang manusia tidak sadar kedudukannya dimuka bumi ini yaitu sebagai Khalifah, atau pemimpin semua makhluk yang ada dibumi. Oleh karena itu perlu adanya proses Islamisasi kepada semua bangsa agar kembali kepada Millah yang benar yaitu Millah yang Haniif.

Referensi
• Syed Naquib Al-Attas, Islam And Secularism, ABIM, Kuala Lumpur, 1978 diterjemahkan: Islam dan Sekularisme, Penerbit Pustaka Bandung, Cet. 1, 1401-1981
• M. Syukri Ismail, Kritik Terhadap Sekularisme (pandangan Yusuf Qardhawi), penerbit Center For Islamic and Occidental Studies (CIOS) Institut Studi Islam Darussalam (ISID),Agustus 2007, Cet: 1,
• Prof. Dr Harun Nasution dalam bukunya Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Penerbit N.V. Bulan Bintang – Jakarta 1982.
• Adian Husaini, Mengapa Barat Menjadi Sekular-Liberal, Penerbit Center or Islamic And Occidental Studies (CIOS), Agustus 2007, Cet: 1
• Bertrand Russel, History of western Philosophy and its connection with political and social circumstances form the earliest times to the present days, diterjemahkan oleh: Sigit Jatmiko Dkk. Sejarah filsafat barat dan kaitannya dengan kondisi sosio politik dari zaman kuno hingga sekarang. Pustaka pelajar Yogyakarta, 2004 Cet:2
• M. Arfan Mu'amar, majukah Islam dengan Menjadi Sekular? (kasus Turki), Center For Islamic Studies (CIOS) ISID. Cet: 1. 2007
• H. Adian Husaini, Sekularisme penumpang gelap reformasi, diterbitkan oleh yayasan kampus sina Surabaya, 2000. cet:1
• Dr. HM Afif Hasan Fragmentasi ortodoksi Islam Membongkar akar sekularisme. Diterbitkan oleh pustaka bayan, 2008, cet: 2.
• Dr. Osman Bakar, Tawhid and Science: Islamic perspectives on Religion and Science, terjamahan oleh: yuliani liputo & M.S Nasrulloh, Tauhid dan Sains perspektif Islam tentang agama dan sains, Pustaka Hidayah, edisi kedua revisi, nov 2008.
• Seyyed Hosein Nasr.Islam: Religion, History and civilization. Diterjemahkan oleh: Koes Adiwidjajanto, M.A, Islam : agama, sejarah dan peradaban, Risalah gusti, cet: 1 sept 2003.
• Seyyed Hossein Nasr, Science and Civilization In Islam, diterjemahkan oleh: J. mahyudin, Sains dan peradaban didalam Islam, penerbit pustaka, cet. 2. 1997

Isu Pluralisme Agama

Pendahuluan
Pada era yang sering disebut dengan globalisasi ini, serangan terhadap Islam datang dari berbagai segi. Serangan tersebut bukan hanya berbentuk fisik, akan tetapi juga dalam bentuk non fisik. Serangan semacam ini memunculkan peperangan gaya baru yang sering disebut dengan perang pemikiran (ghazwul fikri). Salah satu dari sebab terjadinya perang pemikiran (ghazwul fikri) adalah kemunculan pluralisme agama (religious pluralism). Paham yang satu ini menganggap akan adanya kebenaran semua agama dan sangat anti terhadap klaim kebenaran (truth claim). Makalah ini akan membahas paham tersebut dan pandangan islam terhadapnya.
Mengenal definisi Pluralisme Agama
Dalam bukunya Anis Malik Toha “Tren Pluralisme Agama” dijelaskan bahwa pluralisme agama (religious pluralism/at-ta’addudiyyah ad-diniyyah) secara etimologis berasal dari kata pluralisme dan agama. Pluralisme yang berarti jamak atau lebih dari satu, sedangkan definisi agama -yang paling tepat- adalah yang mencakup semua jenis agama, kepercayaan, sekte maupun berbagai jenis ideologi modern seperti komunisme, humanisme, sekularisme, nasionalisme dan lainnya. Jadi pluralisme agama adalah kondisi hidup bersama (koeksistensi) antar agama (dalam arti yang luas) yang berbeda-beda dalam satu komunitas dengan tetap mempertahankan ciri-ciri fisik atau ajaran masing-masing agama.
Pluralisme agama juga dipahami sebagai doktrin yang berpandangan bahwa disana tidak ada pendapat yang benar atau semua pendapat adalah sama benarnya. (no view is true, or that all view are equally true). Paham pluralisme agama memiliki sekurang-kurangnya dua aliran yang berbeda tapi ujungnya sama yaitu: aliran kesatuan transenden agama-agama (transcendent unity of religion) dan teologi global (global theology). Yang pertama lebih merupakan protes terhadap arus globalisasi, sedangkan yang kedua adalah kepanjangan tangan dan bahkan pendukung gerakan globalisasi, dan paham yang kedua inilah yang kini ujung tombak gerakan westernisasi.
Kemunculan Pluralisme Agama
Pluralisme agama muncul pertama kali sekitar abad ke-18 Masehi. Abad ini merupakan abad dimana pemikiran modern bangkit setelah dua abad sebelumnya diterbitkan buku karangan Rene Descrates yang berjudul Meditations pada tahun 1641 M. Pada abad ke-18 ini, di Eropa terjadi berbagai macam konflik antara gereja dengan kehidupan di luar gereja yang berakibat pada munculnya liberalisme, yang mengusung kebebasan, toleransi, persamaan dan keragaman atau pluralisme. Paham pluralisme ini juga muncul berakar pada paham relativisme akal dan relativisme iman.
Jika dilihat dari sisi histotisnya, Pluralisme agama muncul berawal dari pluralisme politik, yang merupakan produk dari liberalisme politik. Baru pada abad 19 dan 20, pluralisme agama mulai memasuki wacana teologi barat. Ini ditandai dengan munculnya gagasan beberapa teolog Kristen Liberal yang menyatakan bahwa dalam semua agama, termasuk Kristen, selalu mengandung kebenaran dan tidak satu agama pun yang memiliki kebenaran mutlak.
Pengusung Pluralisme Agama
Gagasan pluralisme agama mulai masuk ke wacana pemikiran islam melalui pemikir barat seperti Rene Guenon, Fritchjof Schuon dan juga John Hick. Karya-karya mereka menjadikan insipirasi berkembangnya wacana pluralisme agama di kalangan kaum muslim.
A. Filsafat Abadi
Tokoh yang sangat terkenal dengan filsafat abadi adalah Fritchjof Schuon. Dalam karyanya yang mencapai 20 buku lebih, ia menegaskan kembali prinsip-prinsip metafisika rasional, mengeksplorasi dimensi-dimensi eksoteris agama, serta mengkritik modernitas. Schuon mengangkat perbedaan antara dimensi-dimensi tradisi agama eksoteris dan esoteric sekaligus menyingkap semua titik temu metafisik semua agama-agama ortodoks. Ia mengungkap konsep satu-satunya realitas akhir, yang mutlak, yang tidak terbatasdan maha sempurna. Ia menyeru supaya manusia dekat kepadanya.
Jadi bisa ditarik kesimpulan bahwa Schuon merujuk Tuhan dengan sebutan Esensi. Dalam prinsipnya ini, dia memperkenalkan prinsip bahwa agama-agama di dunia ini memahami Tuhan sebagai Esensi pada level esoteris dan bukan pada level eksoteris.
B. World Theology
Wilfred Cantwell Smith berpendapat bahwa agama harus dihancurkan dan digantikan dengan yang dia namakan cumulative tradition yaitu tradisi-tradisi yang terhimpun dalam sejarah manusia dan sebagai hasil interaksi antara berbagai kumpulan dan anasir keagamaan dan budaya yang hidup seperti keyakinan, ritus, ritual, teks suci dan tafsirnya, mitos, seni dan lain sebagainya hingga membentuk suatu sistem yang karakteristik. Selain cumulative tradition, Smith mengajukan solusi yang lain yaitu faith ( iman yang sifatnya pribadi). Menurut Smith kedua termionologi mepunyai makna yang jelas, definitif, spesifik, distinctive, dan realistis, dapat diketahui, diobservasi, dan dikaji secara historis dan empiris. Dan yang terpenting kedua terminologi ini dapat mencakup orang yang beriman, tidak beriman dan skeptik.
Di sini terlihat Smith bercita-cita ingin menyatukan semua tradisi-tradisi dalam agama maupun budaya sebagai solusi dari pluralisme agama yang telah banyak memakan korban bagi ummat manusia baik dari segi finansial maupun nyawa manusia. Selain itu kata agama diganti menjadi tradisi karena menurut Smith kata agama adalah sumber masalah bagi agama-agama di dunia ini. Maka dari itu Smith menggunakan kata tradisi untuk menghilangkan dan menghancurkan jarak antara agama yang satu dengan agama yang lain. Yang nantinya agama Islam, Kristen, Budha dan Hindu berubah menjadi tradisi Islam, Kristen, Budha dan Hindu. Jika teori ini dapat terwujud maka seseorang dapat menjadi Muslim dan Kristen sekaligus dalam waktu yang sama. Orang dapat pergi ke masjid pada hari Jum’at dan ke Gereja pada hari minggu. Jika hal ini dapat dilakukan maka Smith menjamin tidak akan ada lagi pertikaian antar agama. Karena para manusia dalam melaksankan doktrin dan ibadahnya sudah melewati lintas agama.
Agar teori Smith yang agak rumit ini mudah difahami, maka dia menggunakan Newtonian Revolution sebagai analogi teorinya yang telah menemukan teori bahwa seluruh planet adalah sama dalam hukum gravitasi dan pergerakan, teori ini merupakan kebalikan dari anggapan manusia sebelumnya bahwa hukum-hukum alam hanya berlaku di bumi saja.
Dari teori Revolusi Newton ini, Smith ingin mengatakan bahwa setiap pemeluk agama maupun yang bukan pernah mengalami religion experience dalam bertemu dengan Tuhannya. Dan religion experience ini akan menjadi faith (iman yang sifatnya pribadi), kemudian dari kumpulan faith para penganut agama tersebut membentuk cumulative tradition. Dari analogi ini sepertinya Smith berpendapat bahwa dalam pluralisme agama masalah ritual tidaklah penting, karena esensi dari ritual-ritual tersebut muaranya adalah menuju Tuhan, hanya bentuk dan caranya saja yang berbeda. Yang terpenting adalah bagaimana para penganut agama itu pernah mengalami Tuhan sehingga menyebabkan keyakinan dan kepercayaan tentang eksistensi Tuhan.
C. Global Theology
John Hick memulai analisisnya tentang pluralisme agama di mana Smith berhenti yaitu pada iman. Menurut Hick dalam bukunya yang berjudul An Interpretation of Religion yang dikutip oleh Anis Malik Thoha dalam bukunya yang berjudul Tren Pluralisme Agama adalah:
“Agama-agama sebagai institusi-institusi, dengan doktrin-doktrin teologis dan etika-etika perilaku yang membentuk tapal batas-tapal batasnya, tidaklah timbul karena realitas agama memang meniscayakan hal itu, tetapi karena perkembangan semacam ini merupakan sesuatu yang secara historis tak dapat terhindarkan ketika sarana komunikasi antar berbagai kelompok kultural masih belum maju. Sekarang karena dunia telah menjadi satu kesatuan komunikasional, kita sedang bergerak menuju situasi baru di mana wacana atau pemikiran keagamaan menjadi mungkin dan patut melampaui batas-batas kultural dan historis ini.”
Berdasarkan pernyataan di atas, Hick ingin mengatakan bahwa terkotak-kotaknya wacana pemikiran keagamaaan yang disebabkan oleh doktrin-doktrin dan ajaran-ajaran agama serta kultur di mana agama tersebut tumbuh, bukan merupakan kemauan agama itu sendiri melainkan karena belum adanya sarana komunikasi yang canggih untuk menghubungkan agama-agama tersebut sehingga jika kita memandang antara agama yang satu dengan yang lain yang terlihat hanyalah perbedaan-perbedaannya saja. Dan sekarang seiring dengan majunya dunia yang disebabkan oleh globalisasi maka dunia telah menjadi sempit karena seseorang dapat berkomunikasi dengan siapa saja bahkan antar negara sekalipun sehingga memungkinkan untuk mengembangkan wacana pemikiran keagamaan melampaui batas-batas kultural dan historis.
Dan wacana pemikiran lintas kultural ini harus dikemas dalam kemasan yang Hick katakan sebagai Global Theology karena menurut Hick era globalisasi harus direspon dengan membangun teologi Global. Karena teologi Global ini akan sesuai dengan kondisi pluralitas agama sebagai bentuk kehidupan beragama yang realistis.
John Hick berusaha menginterpretasikan paradigma Thomas S. Kuhn melalui model Copernican Revolution, yang menemukan “sentralitas matahari” dalam galaksi sebagai ganti planet bumi yang dahulu secara umum diyakini manusia. Dengan demikian John Hick menganjurkan keharusan “transformasi orientasi dari “pemusatan agama” menuju “pemusatan Tuhan”. Untuk menghindari problem lisnguistic gender (laki-laki dan perempuan), dan untuk tetap memelihara netralitas, dia memilih menggunakan terminologi The Real (Zat Yang Nyata) sebagai pengganti terminologi God (Tuhan).
Argumentasi Pengusung Pluralisme Agama
Di samping dikarenakan mengatasnamakan toleransi dan HAM, para pengusung pluralisme juga selalu mencari celah-celah dalam membenarkan pendapatnya. Berbagai argumen (hujjah) yang dianggap mendukung pendapat mereka, mulai dari pemakaian logika, sejarah, para tokoh bahkan sampai kepada dalil yang ada di kitab suci sekalipun, mereka ambil dan mereka jadikan landasan dalam meyakinkan sasarannya. Biasanya dalil yang dipakai dalam menjustifikasi pendapat mereka adalah diambil dari Q.S Al-Baqarah: 62. Mereka beranggapan bahwa ayat ini merupakan bukti adanya kebenaran dalam tiap-tiap agama, terutama agama besar dunia; Islam, Kristen dan Yahudi. Hanya Allah yang berhak menentukan seseorang masuk surga atau neraka (surga dan neraka adalah hak prerogatif Allah).
Padahal dalam Islam, walaupun surga dan neraka adalah hak prerogatif Allah, akan tetapi di samping memberikan semacam tips untuk bisa sampai ke sana, Allah juga mengumumkan cirri-ciri kandidat ahli surga maupun neraka. Di samping itu, yang dimaksud dalam ayat tersebut menurut para mufassir adalah orang yang beriman kepada kerasulan Muhammad ataupun mereka beriman kepada nabi-nabi sebelum diutusnya nabi Muhammad. Selain itu, ayat tersebut juga telah dimansukh oleh ayat yang turun sesudahnya, yaitu surat Al-Imran ayat 85.
Pengaruh Pluralisme Agama dalam Tubuh Umat Islam
Banyak sekali dampak yang ditimbulkan dari paham pluralisme agama ini. Dampak ini bukan sekedar akan mendangkalkan aqidah umat islam, akan tetapi lebih dari itu, yakni menghilangkan islam dari muka bumi ini. Diantara dampak (pengaruh) yang muncul akibat paham pluralisme agama ini secara umum adalah sebagai berikut:
a. Tren humanisme sekuler yang menjadikan nilai-nilai humanisme sekuler, seperti relativisme dan kesetaraan.
b. Keimanan bersama (common faith) dengan ajakan agama tanpa tuhan.
c. Menjadikan keimanan lebih dekat dengan kekufuran dikarenakan Tuhan dianggap menurut Tuhan itu sendiri.
d. Kebebasan mutlak yang menyebabkan anjuran dan dorongan terhadap kebebasan bearagama dan tidak beragama.
Selain dampak diatas yang diakibatkan oleh paham pluralism agama, paham ini juga mengandung beberapa konsekuensi diantaranya; Konsekuensi gagasan pluralisme agama yang pertama adalah penghapusan identitas-identitas agama yang sudah ada sebelum pluralisme agama dari kehidupan umum. Ini berarti, sebagaimana persepsi Barat terhadap agama, pluralisme agama menegaskan “wilayah peran” bagi agama-agama yang sudah ada yaitu pada wilayah privat hubungan individu dengan tuhannya belaka. Sedangkan wilayah lain dalam kehidupan manusia harus tunduk pada pluralisme agama. Ringkasnya, pluralisme agama menegaskan adanya sekulerisme. Konsekuensi berikutnya dari pluralisme agama adalah keseragaman yang muncul akibat hilangnya identitas-identitas agama dalam kehidupan umum.
Pengaruh pluralisme agama juga merabah hampir ke seluruh penjuru dunia tidak terkecuali Indonesia. Paham ini menyebar ke Indonesia diperkenalkan oleh para sarjana muslim yang pernah belajar di barat. Beberapa pemikir muslim yang menyebarkan paham pluralisme agama tersebut diantaranya:
a. Nurcholish Madjid
Dalam bukunya Islam dan Doktrin Peradaban dia menulis; pandangan keagamaan pada dasarnya Islam bersifat pluralis. Lebih lanjut dia mencontohkan, dalam filasafat parenial yang menyatakan bahwa setiap agama sebenarnya merupakan ekspresi keimanan terhadap Tuhan yang sama. Dia menyimpulkan, bahwa sesungguhnya pluralisme adalah sebuah aturan Tuhan (sunnatullah) yang tidak akan berubah, sehingga tidak mungkin untuk dihindari.
b. Sukidi Mulyadi
Sukidi Mulyadi adalah alumnus UIN Jakarta. Dia berpendapat bahwa klaim yang menganggap hanya agamanya saja yang benar dan menjadi jalan keselamatan adalah teologi yang salah.
c. Alwi Shihab
Dalam bukunya, dia mengatakan bahwa prinsip lain yang digariskan oleh Al-Qur’an adalah pengakuan eksistensi orang-orang yang berbuat baik dalam setiap komunitas beragama dan dengan begitu layak memperoleh pahala dari Tuhan. Lebih lanjut dia mengtakan, bahwa eksklusivisme keagamaan tidak sesuai dengan semangat Al-Qur’an.
d. Ulil Abshar Abdalla
Menurutnya semua agama adalah sama. Semuanya menuju jalan kebenaran.
e. Budhy Munawar Rahman
Dalam artikelnya, dia menulis bahwa yang diperlukan sekarang ini dalam penghayatan masalah pluralisme antar agama, yakni pandangan bahwa siapapun yang beriman-tanpa harus melihat agamanya apa-adalah sama dihadapan Tuhan. Karena tuhan kita semua adalah Tuhan yang satu.
f. Musdah Mulia
Dalam bukunya Muslimah Reformis, dia menggunakan metode konstektualisasi dalam menafsirkan Q.S 60:10. Dia menyatakan bahwa karena konteksnya telah berubah, maka hukum pernikahan antara wanita muslimah dengan laki-laki non muslim sudah boleh.
Pandangan Islam Terhadap Pluralisme Agama
Islam memiliki konsep ketuhanan tersendiri yang sangat berbeda dengan konsep ketuhanan agama lain. Konsep ketuhanan islam adalah tauhid murni yang berlandaskan pada wahyu, bukan seperti tauhid Yahudi yang tribal dan rasis dan juga bukan tauhid kristen yang trinitarian. Islam adalah agama sekaligus peradaban. Di dalamnya terdapat berbagai macam aturan yang meliputi setiap aspek kehidupan manusia. Tidak ada agama yang sesempurna islam, dan hanya islam yang dapat diterima di sisi Allah.
Pluralisme agama tidak dapat diterima oleh Islam. Bukan saja tidak memiliki dasar yang jelas, tetapi juga dapat merusak tatanan konsep Tawhid. Konsep Tawhid dalam Islam merupakan konsep genuine dalam melihat Allah, manusia dan alam. Mencari legitimasi pluralisme agama dalam Islam (Al-Qur’an, sunnah dan syariat Islam) sama artinya meruntuhkan konstruksi Islam yang sudah mapan. Selain itu, pluralisme agama akan membongkar konsep yang sudah al-ma‘lûm min al-dîn bi al-dharûrah, seperti konsep Ahli Kitab dan kawin beda agama. Dengan begitu, pluralisme agama adalah paham yang “merusak” agama, khususnya Islam.

Penutup
Karena kemunculannya yang memang datang dari barat, maka sudah dapat dipastikan bahwa pluralisme agama juga memiliki pandangan hidup (worldview) barat. Pandangan hidup barat yang bersumber dari akal semata, menjadikan paham-paham yang dihasilkannya-seperti pluralisme- jauh dari unsur-unsur agama wahyu (Islam). Oleh karenanya Islam sangat menolak paham pluralisme ini. Oleh karena itu, paham yang sudah masuk dan berkembang ke dalam tubuh umat islam ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Harus ada penangan yang serius sehingga penyebarannya dapat segera dihentikan.

DAFTAR PUSTAKA
Qordhawi, Yusuf, Al-Islam Kama Nu’minu bihi; Dhowabitu wa malamihu (Al-Kohiroh; Nuhdhotu Mishra Lith-Thoba’ah wan-Nassyr wat-Tauzi’, 1999)
Toha, Anis Malik, Dr., Tren Pluralisme Agama; Tinjauan Kritis (Jakarta: Perspektif, 2005)
Husaini, Adian, Liberalisasi Islam di Indonesia; Fakta dan Data (Jakarta; Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, 2006)
_________, Hegemoni Kristen-Barat; Dalam Studi Islam Di Perguruan Tinggi (Jakarta: Gema Insani, 2006)
_________, Wajah Peradaban Barat; Dari Hegemoni Kristen Ke Dominasi Sekular-Liberal (Jakarta: Gema Insani, 2005)
Arif, Syamsuddin, Dr., Orientalis dan Diabolisme pemikiran (Jakarta: Gema Insani, 2008)
Jurnal Islamia, tahun 1 no.3/September-November 2004
___________, tahun 1 no.4/Januari-Maret 2005
Hasan, HM Afif, Dr. M.Pd, Fragmentasi Ortodoksi Islam; membongkar akar sekularisme (Malang: Pustaka Bayan, 2008, cet. Ke-2)
Hamid Fahmi Zarkasyi, Liberalisasi Pemikiran Keagamaan: Proyek Gabungan Kolonialisasi, Kristenisasi dan Orientalisme, (Ponorogo: Centre for Islamic and Occidental Studies (CIOS), 2007), hal. 14
Al-Maraghi, Syaikh Ahmad Mushtofa, Tafsir Al-Maraghi (Kairo: Mushthafa Al-Bab Al-Halabi, jld I)
Al-Qurthubi, Imam, Al-Jami’ Li Ahkamil ‘Qur’an (Kairo: Darul hadits, 2002, jld 2)
 

Buku Tamu


ShoutMix chat widget
Guest